MEMETIK SETRUM OMBAK
Kolektor dan konverter. Kolektor berfungsi menangkap ombak, menahan
energinya semaksimal mungkin dan kemudian mengarahkan gelombang itu ke
konverter.
Oleh konverter yang ujungnya meruncing, air diteruskan menuju ke
penampungan. Saluran ini dinamai tapchan, kependekan dari tappered
channel alias saluran penjebak. Setelah air terkumpul, tahap berikutnya
tak beda dengan mekanisme kerja yang ada pada pembangkit listrik tenaga
air (PLTA). Air di penampungan diarahkan ke bagian lebih rendah. Energi
potensial inilah yang berfungsi menggerakkan turbin pembangkit listrik.
Banyak manfaat yang bisa dipetik dari teknologi PLTO. Selain hemat
dari segi investasi maupun biaya operasional, pembangkit listrik
tersebut juga ramah lingkungan karena tak mengeluarkan limbah padat,
cair, maupun gas. Bahkan, kolam penampungannya yang banyak mengandung
oksigen bisa dimanfaatkan untuk budidaya ikan air laut.
Selain memanfaatkan ombak, energi listrik ternyata juga bisa dipetik
dari arus laut. Arus laut laut punya kelebihan dibanding gelombang,
yaitu bisa diprediksi lewat perhitungan di atas kertas. Untuk wilayah
Indonesia, energi arus laut memiliki prospek yang cukup oke. Karena
Indonesia memiliki banyak pulau dan selat.
Ketika melewati selat yang sempit, arus laut akibat interaksi
bumi-bulan-matahari mengalami percepatan. Energi inilah yang digunakan
untuk menggerakkan turbin. Daun turbin yang berputar disodok arus akan
menggerakkan roda gigi yang memusingkan generator sehingga menghasilkan
setrum.
Energi arus laut, selain ramah lingkungan, juga mempunyai intensitas
energi kinetik yang besar. Karena kerapatan air laut 830 kali lipat
dibandingkan dengan udara sehingga, daun turbin arus laut akan jauh
lebih kecil dibandingkan dengan daun turbin angin. Turbin arus laut juga
tidak memerlukan rancangan struktur dengan kekuatan berlebihan seperti
halnya turbin angin yang dirancang memperhitungkan adanya angin topan.
Kekurangan energi arus laut adalah listrik yang dihasilkannya
naik-turun sesuai dengan pasang naik dan pasang surut akibat interaksi
Bumi-Bulan-Matahari. Pada saat purnama, kecepatan arus akan menderas.
Saat pasang perbani — pasang naik dan pasang surut terendah — kecepatan
arus akan berkurang sampai setengah dari pasang purnama.
Namun kelemahan itu bisa disiasati melalui turbin yang dirancang
khusus sesuai kondisi pasang perbani. Hasilnya turbin itu tetap bisa
memproduksi setrum meskipun arusnya berkurang. Yang menjadi tantangan
bagi para insinyur adalah bagaimana mendesain sistem turbin, roda gigi,
dan generator yang dapat bekerja secara terus-menerus selama lebih
kurang lima tahun.
Pasalnya, kita tahu air laut bersifat korosif atau penyebab karat.
Laboratorium Hidrodinamika Indonesia BPPT telah melakukan simulasi
energi arus laut di selat Bali dan Lombok. Dengan menggunakan daun
turbin berdiameter 10 meter, pada kedalaman 12 meter, dalam kondisi
perbani selat Bali berpotensi menghasilkan listrik 300 kW. Sedangkan di
selat Badung dan Lombok, potensi energi listrik yang dihasilkan 80-90
kW.
Di negeri lain, penelitian tentang energi listrik dari arus laut
memang tengah gencar dilakukan. Inggris, misalnya, sudah memasang
prototipe skala penuh dengan kapasitas 300 MW (dua kali kapasitas PLTA
Jatiluhur) di Foreland Point, North Devon, Mei 2003. Sedangkan Norwegia
juga melakukan hal yang sama di Kvalsundet Hammerfest dengan kapasitas
700 MW (setara dengan kapasitas PLTA Saguling, Jawa Barat).
Pemerintah kini tengah menghadapi krisis energi listrik. Jawa dan
Bali terancam byar-pet, akibat pasokan setrum yang semakin seret.
Apalagi, pembangkit listrik kita banyak mengandalkan tenaga uap yang
menggunakan batu bara dan gas -yang kalaupun jumlahnya melimpah tetap
saja merupakan sumber energi yang tak terbarukan.
Menghadapi kondisi seperti ini, PLTO dan pembangkit listrik tenaga
arus laut bisa menjadi alternatif. Laut khatulistiwa telah menyediakan
ombak dan arus laut yang melimpah tak berhingga bagi bangsa ini. Nah,
mesti menunggu apa lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar